COMMUNITY BASED TOURISM afrika selatan

 


    PEMBANGUNAN AFRIKA SELATAN




Team Penyusun :

Robertus Mataufue

Kadek Widiane 

Hulan Rosiani Dewi









BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan desa wisata merupakan salah satu pengembangan wisata yang dapat memperkenalkan potensi-potensi bagi suatu desa. Dalam hal ini pengembangan desa harus mengetahui secara detail terkait karakteristik, kelebihan dan kelemahan desa tersebut, sehingga pengembangan desa wisata dapat sesuai dengan daya tarik yang akan dijual. Dalam hal ini, penduduk lokal dapat ikut serta dalam pengembangan desa wisata, sehingga dapat dijadikan subjek dalam pengembangan desa.

Comumnity Based Tourism CBT merupakan sebuah konsep dimana pemberdayaan suatu destinasi memanfaatkan penduduk lokal dalam pengembangannya. Secara sederhana CBT dapat diartikan suatu pariwisata berkelanjutan yang dikelola oleh, dari dan untuk masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk lokal serta menjaga kelestarian budaya, diantaranya dalam tahap perencanaan, pengelolaan dan pemberian masukan dalam mengembangkan suatu destinasi wisata. Tiga kegiatan pariwisata yang mendukung konsep CBT yaitu penjelajah (adventure travel), wisata budaya (cultural tourism), dan ekowisata (ecotourism). Desa Wisata Pentingsari implementasi CBT sudah cukup baik, akan tetapi implementasi seperti apa yang dilakukan oleh penduduk setempat terutama dalam hal menggali potensi-potensi desa wisata Pentingsari dan implementasi ke penduduk, sehingga penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar implementasi CBT dari segi potensi pariwisata serta implementasi ke penduduk sekitar. Artinya partisipasi masyarakat merupakan persyaratan yang wajib dalam penerapan Community Based Tourism (CBT) di suatu Desa Wisata dengan tujuan dapat memberikan manfaat bagi penduduk lokal.

Diketahui bahwa salah satu tujuan pembangunan pariwisata/desa wisata adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat 





DIY sampai sekarang terdapat 122 desa wisata. Pertumbuhan itu mampu menggerakan ekonomi perdesaan secara signifikan, antara lain berkat diversifikasi pekerjaan. Disisi lain tidak sedikit desa wisata yang dikembangkan dengan investasi diluar desa. Selain itu, perkembangan desa wisata juga belum sepenuhnya melibatkan penduduk setempat, pada kasus kasus tertentu bahkan memicu konflik antar-warga lokal seperti yang terjadi pada desa wisata Bejiharjo. Artinya banyak desa-desa wisata yang dikembangkan melalui sponsor pemerintah dan dorongan investasi dana manajemen pihak luar desa. Meskipun demikian, analisis yang cermat tentang hal itu belum banyak dilakukan khusunya dengan penerapan prinsip CBT



Desa wisata memiliki banyak potensi - potensi yang bisa dikembangkan. Tetapi ada baiknya jika potensi - potensi tersebut dapat menjadi keuntungan bagi desa wisata maupun penduduk lokal. Dalam hal ini ada beberapa potensi yang belum dikembangkan dengan baik, sehingga peneliti dapat menganailisis potensi-potensi apa saja yang belum dan yang sudah berkemabang bagi desa wisata dan penduduk setempat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasrkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi di Desa Wisata Pentingsari Kabupaten Sleman :

1. Bagaimana potensi yang terdapat di Desa Wisata Desa wisata ?

2. Bagaimana implementasi CBT di Desa Wisata Di Afrika Selatan dapat diterapkan oleh penduduk setempat ?


1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka, dapat dijabarkan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Menganalisis Potensi di Desa Wisata yang ada di Afrika Selatan

2. Mengkaji implementasi CBT di Desa Wisata di Afrika Selatan



Kegunaan Mempelajari Pengembangan Desa wisata

Kegunaan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Bagi para akademisi, dapat memberikan gambaran bahan referensi untuk menambah pengetahuan mengenai Implementasi Community Based Tourism di desa wisata

2. Bagi masyarakat setempat penelitian ini mampu memberikan tawaran solusi bagi persoalan pengembangan desa wisata yang bersebrangan dengan praktik CBT dan mendorong para pengelola untuk berpedoman kuat pada prinsip CBT di dalam pengelolaan desa wisata sehingga mampu bertahan hidup dalam jangka panjang










BAB II

PEMBAHASAN

1.5 Pembahasan 

Pengertian Pariwisata

Pariwisata menurut P. Guyer-Freuler

Pariwisata dalam artian modern merupakan phenomena dari jaman sekarang yang didsarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan perganitian hawa, menumbuhkan rasa terhadap keindahan alam.

Untuk mendapatkan kesenangan.


Menurut Bapak pariwisata Harmaan Von Schullern)

Pariwisata adalah suatu proses individu maupun kelompok dari satu tempat ke tempat yang lain diluar tempat tinggalnya dengan tujuan kepentingan sosial, ekonomi, kebudayaan, agama dengan kepentingan sekedar ingin tahu, menambah pengalaman dan belajar serta tidak ada tujuan untuk mencari nafkah


Menurut Mathieson dan Wall (1982)

Dalam bukunya Boniface mengatakan bahwa pariwisata merupakan gerakan orang atau penduduk secara sementara dalam batas daerah tertentu dengan melakukan aktifitas.


Tujuan Pariwisata

1. Mencari kesenangan dan kegembiraan

2. Ingin mencari rasa ingin tahu untuk menambah wawasan

3. Mencari pengalaman baru

4. Bersantai dan bersuka ria

5. Mencari kepuasan diri



Manfaat Pariwisata

1. Meningkatanya lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat

2. Pendapatan negara bertingkat berdasarkan pajak yang digunakan baik dari para wisatawan maupun fasilitas sosial dari objek wisata

3. Pertukaran mata uang asing ke mata uang Indonesia bagi wisatawan manca negara

4. Terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup dan kebudayaan nasional


Pengertian Desa Wisata

`Desa wisata adalah sebuah desa yang mampu hidup mandiri dan memiliki potensi untuk dapat dikembangkan dan dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. (Asyari 2011:1).

Komponen Utama Desa Wisata

1. Akomondasi : sebagian dari tempat tingal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk

2. Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan beritegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti kursus tari : bahasa dan lain - lain yang spesifik.

Kriteria Desa Wisata

1. Atraksi Wisata semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia

2. Jarak tempuh : jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan

3. Besaran Desa : menyangkut masalah jumlah rumah, jumlah penduduk dan karakteristik wilayah desa

4. sistem kepercayaan dan kemasyarakatan : merupakan aspek penting untuk mengingat adanya aturan - aturan yang diberikan khusus untuk komunitas suatu desa

5. ketersediaan infrastruktur : fasilitas dan pelayanan transportasi, air, listrik, dan lain sebagainya


Karakteristik Desa Wisata

Karakteristik Desa Wisata dapat dikelompokan antara lain :

1. Desa dengan Lingkungan Alam : desa yang letaknya berada pada lingkungan alam contohnya seperti desa yang berada di deket pegunungan, pantai dll

2. Desa dengan kehidupan ekonomi/mata pencaharian : Desa yang kesehariannya tergantung pada aktivitas dan pola mata

pencaharian. Contohnya seperti kerajinan, nelayan, pertanian

3. Desa dengan kehidupannya adat/budaya : Desa yang kesehariannya dikenal dengan adat dan budayanya contohnya seperti masyarakat yang sangat taat terhadap kepercayaannya hal ini merupakan warisan dari para leluhurnya sejak ratusan tahun yang lalu. Contohnya seperti upacara adat dan tradisi seni lainnya

4. Desa dengan bangunan tradisional : desa atau rumah penduduk yang memiliki bentuk yang unik baik bentuk interior maupun eksteriornya. Contohnya seperti rumah dengan bentuk skala, warna, dan bentuk yang sesuai dengan warisan turun temurun.

Community Based Tourism (CBT)

CBT merupakan sebuah konsep dimana pemberdayaan suatu destitasi memanfaatkan masyarakat lokal dalam pengembangannya. Diantaranya dalam tahap perencanaan, pengelolaan dan pemberian masukan dalam mengembangakan suatu destinasi wisata. Terdapat tiga kegiatan pariwisata yang mendukung konsep CBT yaitu penjelajah (adventure travel), wisata budaya (cultural tourism), dan ekowisata (ecotourism).


            Diagram CBT




 Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam setiap Tahapan

Pengembangan Desa Wisata menurut CBT

No Tahap Partisipasi Indikator

1 Perencanaan a. Survey Lapangan

b. Penyusunan Rencana

c. Penyusunan Anggaran

Anggaran dan Sumber

d. Perencanaan SDM

2 Pelaksanaan Pembangunan a. Pembangunan Prasarana

b. Pelaksanaan Pembangunan

3 Pengelolaan a. Perekrutan SDM

b. Keorganiasian

c, Promosi

4 Evaluasi a. Penelitian dan Pengembangan

b. Pelaporan

Prinsip - prinsip CBT (Community Based Tourism)

 Community Based Tourism konsep yang terfokus pada dampak pariwisata terhadap masyarakat dan sumber daya lingkungannya. CBT merupakan strategi pengembangan masyarakat dengan menggunkan pariwisata sebagai alat untuk memperkuat kemampuan masyarakat desa dalam berorganisasi untuk mengelola suber daya pariwisata. 







Dalam penerapannya terdapat prinsip - prinsip CBT yaitu :

a. Mengenali, mendukung dan mempromosikan kepemilikan masyarakat dalam pariwisata

b. Melibatkan anggota masyarakat dalam setiap tahap pengembangan pariwisata dalam berbagai aspeknya

c. Mempromosikan kebanggaan terhadap komunitas yang bersangkutan

d. Meningkatkan kualitas kehidupan

e. Menjamin keberlanjutan lingkungan

f. Melindungi ciri khas (keunikan) dan budaya masyarakat lokal

g. Mengembangkan pembelajaran lintas budaya

h. Menghormati perbedaan budaya dan martabat manusia

i. Mendistribusikan keuntungan dan manfaat yang diperoleh secara profesional kepada anggota masyarakat

j. Memberikan kontribusi dengan presentase tertentu dengan pendapatan yang diperoleh untuk proyek pembangunan masyarakat

k. Menonjolkan keaslian masyarakat dengan lingkungan

Hal ini dapat diakui oleh para ahli sebagai prinsip yang dapat menjamin keberhasilan pariwisata, dengan demikian sejumlah ahli mencoba menerjemahkan prisip tersebut ke dalam suatau kerangka yang lebih apllikatif.

Pertama, CBT sangat tergantung pada konservasi alam, selain itu komunitas dan wisatawan memiliki kepentinngan yang sama, yaitu nilai ekonomi dan estetika yang disediakan oleh lingkungan. Oleh karena itu pengemnabngan CBT akan menjadi suatu media yang tepat bagi komunitas untuk mengkonservasi lingkungan yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.






Kedua, terciptanya lapangan pekerjaan dibidang pariwisata. Jika dikelola dengan baik, maka pariwisata dapat memberikan manfaat ekonomi yaitu dengan meningkatkan pendapatan mayarakat lokal melalui keuntungan usaha dan kesempatan kerja, mengetaskan kemiskinan, memulihkan kondisi ekonomi dan memperbaiki infrastruktur. Penggunaan tenaga lokal juga memiliki keuntungan lain yaitu efek psikologis bagi masyarakat dalam bentuk kebanggaan sebagai pemilik sumberdaya pariwisata setempat, dan juga sebagai alat untuk meredam potensi kecemburuan sosial.

Ketiga, partisipasi masyrakat dalam memosisikan masyarakat sebagai partisipasi aktif dalam pengembangan pariwisata.

Keempat, berdasarkan pada prisip edukasi (pendidikan)/ sumber daya manusia. Dalam hal ini pariwisata dapat meningkatkan kualitas SDM lokal melaui program pelatihan dan pendidikan, mendukung kegiatan organisasi lokal dalam hal meningkatkan kapasitas, membangun jejaring dan keterlibatan mereka dalam pengembangan pariwisata didaerahnya. Masyarakat setempat harus bisa dan mampu membentuk wadah organisasi swadaya untuk memfasilitasi  homestay dana fasilitas lainnya.

Kelima, mempertahankan unique value yang berupa adat istiadat, upacara tradisional, kepercayaan, seni pertunjukan tradisional dan seni kerajianan khas yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di daerah tersebut. Menjaga dan mempromosikan kebudayaan lokal, tempat bersejarah dan alam melaui peningkatan kesadaran masyarakat lokal terhadap pentingnya konservasi.


Salah satu komponen pentin dalam CBT adalah pemimpin atau ketua kelompok, yang memiliki peran untuk memimpin pelaksanaan program untuk mencapai tujuan komunitas. Suatu komunitas tidak akan mencapai tujuannya tanpa adanya sosok pemimpin. Komponen lain yang tidak kalah penting dalam pengembangan berbasis komunitas adalah rasa memiliki. Rasa memiliki muncul akibat dari interaksi yang dilakukan oleh anggota komunitas, salah satu wujudnya adalah partisipasi dalam usaha pengembangan yang dilakukan. Interaksi dapat membuat anggota kelompok terhubung satu sama lain, memiliki kedekatan, sehingga mereka dpata menyadari tujuan yang ingin dicapai bersama.

Masyarakat sebagai pelaku utama dalam CBT berperan di semua lini pembangunan baik sebagai perencana, investor, pelaksana, pengelola, pemantau maupun evaluator. Seperti yang digambarkan oleh Demartot

 

                                 Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat

Pertama ,Terdapat beberapa kunci pengaturan pengambangan pariwisata dengan pendekatan CBT yaitu pertama, adanya dukungan pemerintah. Dalam hal ini pemerintah sangat berfungsi sebagai fasilitator, koordinator atau badan penasihat dalam SD dan pengaturan kelembagaan. Bentuk dukungan pemerintah dapat berupa regulasi tertentu yang sangat menguntungkan bagi masyarakat lokal.

Kedua, partisipasi stakeholder. CBT merupakam pendekatan dengan variasi aktivitas yang meningktakan dukungan lebih luas terhadap pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.

Ketiga, sistem pembagian keuntungan yang adil bagi komunitas. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan keuntungan langsung yang diterima masyarakat pemilik usaha di sektor pariwisata tetapi juga keuntungan tidak langsung yang dapat dinikmati masyarakat bukan pemilik usaha.

Keempat, sistem penggunaan sumber daya lokal. Di dalam pendekatan CBT adanya ketergantungan yang besar pada sumber daya alam dan budaya setempat. Sumberdaya tersebut dapat dikelola oleh masyarakat setempat baik secara individu maupun secara kelompok

Kelima, pengaturan intitusi lokal. Lembaga yang dibentuk komunitas akan menjembatani mereka yang berkualifikasi agar sama-sama memperoleh manfaat dan pengembangan pariwisata. Penguatan kelembagaan bisa dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan individu dengan keterampilan kerja yang diperlukan,




Keenam, kemampuan membuat jaringan lokal dengan level nasional/internasional. Komunitas lokal seringkali jarang mendapatkan jaringan langsung dengan para nasional atau internasional. Hal ini mejadikan mereka bahwa manfaat pariwisata tidak sampai dinikmati mereka yang berada di level masyarakat.

Kedudukan masyarakat lokal

Masyarakat merupkan objek utama sebagai pemilik suatu destinasi wisata yang memiliki tanggung jawab dalam menjaga dan mengelola tempat wisata, sehingga terjaga kelestariannya. Danamanik (2006) menjlaskan bahwa masyarakat lokal memiliki kedudukan yang penting dalam pengelolaannya. Penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata merupakan pemain kunci dalam pariwisata karena sebagaian besar atraksi disajikan oleh penduduk asli dan sebagai penentu kualitas produk wisata. Oleh sebab itu perlu adanya kerjasama yang keberlanjutan agar masyarakat lebih berpartisipasi secara aktif demi terwujudnya masyarakat yang memiliki perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata

Terdapat langkah-langkah dasar untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat. Pertama, masyarakat harus diberikan pemahaman tentang peran mereka terhadap pariwisata. Kedua, masyarakat harus diberikan dorongan untuk berpartisipasi dengan mengajak pipminan lokal, asosiasi lokal, gagasan - gagasan dan harapan masyarakat setempat. Ketiga, pembentukan kelompok pemangku kepentingna lokal, sehingga masyarakat mampu telibat lebih intensif. Keempat, memadukan manfaat keuntungan dengan kegiatan konservasi secara langsung dalam peningkatan pendapatan maupun perluasan kesempatan kerja. Kelima, memastikan keuntungan dinimkati oleh masyrakat setempat, baik secara perorangan maupun kolektif. Keenam, memastikan pimpinan informal dan formal masyarakat terlibat di dalam perencanaan dan pengelolaan pariwisata. Ketujuh, mencuptakan perubahan dnegan mengajak organisasi - organisasi lokal untuk meningkatakan kesejahteraan sosial melalui aktivitas ekonomi misalnya koperasi, asosiasi pengrajin peternak dan sebagainya. Kedelapan, memahami bahwa kawasa memiliki situasi yang khusus. Struktur otoritas lokal sangat berbeda antara satu derah dengan daerah lain sehingga kesepakatan tercapai akan tetapi tidak mengakomomdasi kelompok marjinal seperti perempuan atau kelompok lanjut usia. Kesembilan, melakukan pengawasan dan evaluasi secara berlanjut. Kontrol tidak terbatas pada pencapaian target - target ekonomi dan juga akan berdampak pad a non-ekonomi





         perkembangan suatu desa, karena suatu desa jika penduduk lokalnya tidak memiliki satu visi dan tujuan untuk pengembangan desa maka dapat dikatakan desa tersebut akan mati karena akan serba kekurangan dari segi perekonomian, sosial dan lain-lain, maka implemetasi CBT dalam suatu desa akan sangat penting jika ingin desa tersebut terus berkembang.




BAB III

PENUTUP

1.6 Kesimpulan 

Dalam kasus mzungu, peran teman akan tampak berlawanan dengan apa yang mungkin diprediksi oleh pasca - atau analisis neo-kolonial yang menyarankan seperti itu perspektif perlu diterapkan dengan cara yang lebih kritis. Memang, teman yang mengasuh Hubungan seperti yang terungkap dalam penelitian ini mungkin terbukti penting untuk keberhasilan pengembangan pariwisata berbasis komunitas karena teman tersebut tidak memiliki keinginan yang jelas untuk bergulat dengan kendali.

jauh dari komunitas. Oleh karena itu, teman dapat menjadi agen komunitas yang kuat

pemberdayaan serta katalisator pengembangan masyarakat yang terpercaya melalui peningkatan agensi dan solidaritas.



1.7 Saran


Selain pada aspek proses pemberdayaan. Indonesia  harus memiliki relevansi dalam pembangunan pariwisata berorientasi pada proses berbasis komunitas relasional pendekatan. Dan kita perlu memberdayakan hal ini dalam pengaturan CBTE yang mungkin unik dan membuahkan hasil untuk dilaksanakan oleh pemerintah indonesia. Dan yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah terus memantau perkembagan berbagai daerah dari segi pariwisata untuk dapat meng-upgrade atau memperbanyak jumlah destinasi di berbagai wilayah indonesi.









1.8 Daftar Pustaka

https://doi.org/10.1080/0376835X.2020.1806783

https://www.tandfonline.com/loi/cdsa20

http://orcid.org/0000-0003-4616-357X

http://orcid.org/0000-0003-1306-8867

http://ir.lib.uwo.ca/aprci/442


<script data-ad-client="ca-pub-8725582648436645" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Comments

MARKETING